Opini

Revolusi Mental sebagai Agent of Change

lustrasi : Revolusi mental dimulai saat mau ''memaksa'' pikiran kita untuk mengerjakan hal-hal yang positif (Dok. Pribadi)
Ilustrasi : Revolusi mental dimulai saat mau ”memaksa” pikiran kita untuk mengerjakan hal-hal yang positif (Dok. Pribadi)

Dalam melakukan suatu pekerjaan hampir pada semua bidang pekerjaan baik sebagai Petani, Pedagang, Nelayan, Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Swasta, maupun sebagai Pejabat, tentu mengharapkan sebuah hasil/pencapaian. Mungkin ada pandangan sebagian orang bahwa pencapaian yang dimaksud adalah pencapaian dimana hasilnya dapat dilihat saat itu juga. Seorang petani memperoleh hasil panen yang melimpah, seorang pegawai ASN memperoleh kenaikan golongan karena menyelesaikan target pekerjaan, seorang Bupati terpilih kembali karena berhasil membuat rakyatnya sejahtera. Jadi pencapaian yang dimaksud adalah pencapaian dimana hasilnya dapat dilihat saat itu.

Tetapi saya ingin melihat pencapaian seseorang dari sudut pandang yang berbeda. Mengapa seorang petani memperoleh hasil panen sebanyak 10 ton? Kebanyakan orang hanya melihat angka 100 ton, tetapi jarang bertanya mengapa, dan bagaimana memperoleh hasil sebanyak itu. Kita tidak pernah melihat bahwa setiap hari dia harus bangun pagi lalu ke sawah, meyiangi rumput, menyemprot obat hama, sampai dia memperoleh hasil 100 ton. Dia harus disiplin, rajin, semangat, bahkan memberikan waktu dan tenaganya demi pekerjaannya.

Dasar dari semua pencapaian tersebut adalah karena adanya revolusi mental. “Revolusi Mental” merupakan jargon yang diusung dan sedang diterapkan oleh presiden Joko Widodo. Pada tulisan ini saya akan menjelaskan salah satu pencapaian terbesar Bapak Jokowi yaitu revolusi mental, dan pencapaian ini menjadi dasar ke pencapaian-pencapaian lainnya yang sudah dirasakan oleh masyarakat saat ini.

Pengertian Pemimpin dan Revolusi Mental

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pemimpin adalah orang yang memimpin, yaitu orang yang ditunjuk untuk memimpin sebuah organisasi. Jadi Pemimpin adalah seorang figur / pribadi yang mampu menjalankan fungsi kontrol terhadap sebuah kelompok / organisasi / komunitas. Pemimpin mempunyai kharisma, kemampuan – kemampuan (skills) tertentu sehingga ia dipilih sebagai seorang pemimpin. Pemimpin adalah seorang teladan, teladan dalam hal tingkah laku, penampilan (performance), tutur kata dan segala hal yang yang positif yang dapat membangun dan menggerakkan kelompok yang dipimpinnya agar mencapai tujuan tertentu.

Dalam tulisan ini saya ingin mengaitkan tentang gaya kepemimpinan pak Jokowi, Presiden Republik Indonesia kita yang ke-7. Dalam kepemimpinan pak Jokowi, muncullah istilah Revolusi Mental. Menurut KBBI Revolusi adalah suatu perubahan yang cukup  mendasar dalam suatu bidang, perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan secara kekerasan (bersenjata). Sedang Mental bersangkutan dengan batin dan watak manusia. Dari kedua kata ini dapat diartikan bahwa revolusi mental adalah suatu perubahan yang mendasar dalam suatu bidang, dimana perubahan yang mendasar ini adalah perubahan watak atau karakter manusia, perubahan sistem pemerintahan atau keadaan sosial dalam suatu wilayah tertentu, dan untuk mencapai perubahan ini  dapat dilakukan secara kekerasan jika didapati adanya perlawanan dari pihak tertentu.

Jadi di sini jelas mengatakan bahwa pemimpin yang merevolusi mental adalah pemimpin yang mentransformasi atau merubah mental/cara berpikir/karakterdanmerubah sistimyang kurang / tidak baik menuju ke arah yang lebih baik, merubah suatu kebiasaan/keadaan sosial yang kelihatannya kurang baik dan telah melekat lama  pada diri sendiri / kelompok / organisasi / wilayah dan susah untuk ditinggalkan. Proses revolusi mental ibaratnya ada seorang pemuda yang pemadat dalam minum minuman keras (MIRAS) seperti peci, moke, dan sopi. Dalam satu hari ia harus menghabiskan 5 botol MIRAS dan setiap harinya kebiasaan itu wajib ia lakukan. Coba kita membayangkan apa yang terjadi ketika ia disuruh berhenti MIRAS oleh pacarnya? Pasti susahnya minta ampun. Jika pemuda tersebut sangat mencintai pacarnya, maka ia akan mencoba secara bertahap untuk berhenti MIRAS, dan dengan kesabaran dan kerja keras pula wanitanya tetap ngotot menegor dan menasehati dia, akhirnya diapun berhenti MIRAS. Wanita tersebut berhasil merevolusi mental pacarnya sampai berhenti MIRAS (mabuk-mabukkan), merubah kebiasaan yang suka mabuk menjadi tidak mabuk – mabukkan. Wanita tersebut menjadi pemimpin yang merevolusi mental pacarnya.

Tulisan dalam Kompas.com yang ditulis oleh Fabian Januarius Kuwado mengutip jawaban Jokowi tentang revolusi mental. Menurut Jokowi, revolusi mental berarti warga Indonesia harus mengenal karakter orisinal bangsa. Karakter orisinal bangsa ini bahwa Indonesia merupakan bangsa yang berkarakter santun, berbudi pekerti, ramah, dan bergotong royong. Karakter tersebut merupakan modal yang seharusnya dapat membuat rakyat sejahtera. Perubahan karakter bangsa tersebut, kata Jokowi, merupakan akar dari munculnya korupsi, kolusi, nepotisme, etos kerja tidak baik, bobroknya birokrasi, hingga ketidaksiplinan. Kondisi itu dibiarkan selama bertahun-tahun dan pada akhirnya hadir di setiap sendi bangsa.

Agar pemimpin berhasil merevolusi mental seseorang / kelompok / organisasi, pasti membutuhkan perjuangan. Si wanita seperti contoh tersebut pasti berjuang dengan segala cara untuk merubah pacarnya sampai berhenti MIRAS, dan tentunya ada banyak tantangan, juga berulang kali pula si lelakinya menolak berhenti MIRAS, karena kebiasaan yang telah lama dilakukan dan ketagihan MIRAS si Lelaki tersebut.

Lalu, bagaimana tantangan ketika merevolusi mental di dalam organisasi, yang sistemnya kurang bagus, yang memiliki karakter manusia yang kurang bagus? di dalam organisasi pasti ada banyak kepentingan, terlebih lagi kepentingan pribadi untuk mendapatkan jabatan / posisi di dalam organisasi tersebut. Seorang pemimpin memiliki peran untuk merevolusi mental organisasinya jika didapati adanya praktik – praktik yang kurang baik di dalam organisasi tersebut, dan pasti ia akan menghadapi banyak tantangan di dalamnya.

Demikian pula dalam sistem pemerintahan, baik dari Desa sampai pada pemerintah pusat. Ada banyak mental di dalam sistim yang perlu direvolusi, tentunya ketika pemimpin “hendak” menjadi pemimpin, banyak cita-cita untuk merubah mental sistim, ada harapan tersebut saat ia masih menjadi penonton.

Pada sistem demokrasi, pemimpin dipilih secara demokrasi pula. Tentunya ada banyak kepentingan si X mendukung si Y agar si Y menjadi pemimpin. Di sinilah peran pemimpin ketika ia bukan lagi sebagai penonton, yaitu : “Bisakah si Y memberikan jabatan / posisi kepada si Z, jika si Z berbeda dukungan dengan dia dan si Z dirasa lebih mampu mengemban posisi tersebut? Bisakah secara jujur seorang pemimpin mendahulukan kepentingan orang yang “profesional dalam bidangnya, integritas tinggi, memiliki kejujuran, dan disiplin”, daripada kepentingan “ perorangan / golongan / sistem kekeluargaan tertentu ”, walaupun mungkin didapatinya bahwa ia kurang profesional, kurang berintegritas, kurang disiplin, dll,  tapi didahulukan karena kepentingan – kepentingan tertentu ? Jika jawabannya adalah bisa dan hal tersebut  benar-benar dilakukan (jangan talk only, but no action), maka di sanalah adanya Revolusi Mental. Mengapa perlu orang – orang yang profesional, integritas, jujur dan disiplin? Pembangunan dan kemajuan organisasi / wilayah tertentu, sangat ditentukan oleh beberapa hal tersebut. Ketika ia professional dalam bidangnya, ia sangat mahir dan menguasai apa yang dikerjakan, dikerjakan dengan integritas, yaitu apa yang disepakati dan dibicarakan harus dilakukan, bukan cuma selesai di kata-kata dan semua itu harus dilakukan dengan penuh kejujuran. Menjalankan revolusi mental pasti butuh perjuangan, dan banyak tantangan yang akan datang menghadang tapi momentum seperti inilah pemimpinnya adalah pemimpin yang sukses, sukses dalam menyaksikan, merasakan,  dan turut serta dalam pembangunan kelompok / organisasi / wilayah, berupa pembangunan sumber daya manusia yang lebih baik, adil, makmur, sejahtera, dan mandiri.

Leave a comment